February 23

Review Jurnal, Tugas Dasar-Dasar konservasi SDH

  1. Latar Belakang

Konservasi sebagai aktivitas yang merupakan wujud dari paham Utilitarian Conservation salah satunya adalah konservasi air. Upaya dalam konservasi air salah satunya di lakukan di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, dimana air tanah merupakan sumber air utama dalam memenuhi suplai air bersih kawasan tersebut. Pengelola air baku dari air tanah di Kabupaten Boyolali yaitu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil sumber air dari Mata Air Tlatar, Kawasan Wisata Pengging Desa Dukuh, dan Desa Bendan di Kecamatan Banyudono. Namun beberapa tahun belakangan ini, penduduk yang memanfaatkan sumber-sumber tersebut mengeluh bahwa sumber-sumber tersebut mengalami penurunan debit dari tahun ke tahun.

 

  1. Permasalahan

Permasalahan yang terjadi di Kawasan Konservasi Air Kabupaten Boyolali, yaitu penurunan debit mata air yang diduga terkait dengan kerusakan lingkungan pada recharge area yang dirasakan semakin meningkat, yaitu yang terletak di lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Permasalahan lain yaitu terkait tata guna yang dominan dengan adanya penambangan pasir di beberapa wilayah dan perubahan pola tanam masyarakat.

 

  • Pembahasan

Paham konservasi yang digunakan pada pembahasan ini adalah utilitarian conservation, yang meliputi konservasi air dan konservasi tanah. Konservasi air yang dilakukan pada pembahasan ini yaitu melalui konservasi terhadap recharge area yang terdapat di Kabupaten Boyolali. Sedangkan konservasi tanah yang dilakukan pada pembahasan ini yaitu melalui tata guna lahan yang sesuai sehingga tidak merusak atau mempengaruhi recharge area di daerah tersebut.

Menurut Danaryanto, dkk (2005), Konservasi tanah adalah upaya melindungi dan memelihara keberadaan, kondisi dan lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian atau kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, demi kelangsungan fungsi dan kemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik waktu sekarang maupun pada generasi yang akan datang.

Konservasi air tanah ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, dan fungsi air tanah, dan dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan air tanah. Dimana rencana pengelolaan air tanah disusun secara terkoordinasi dengan rencana pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai dan menjadi dasar dalam penyusunan program pengelolaan air tanah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konservasi air tanah tidak dapat dipisahkan dari konservasi air permukaan (Riastika, 2012).

Permasalahan penurunan debit mata air diduga sangat terkait dengan kerusakan lingkungan pada recharge area yang dirasakan semakin meningkat. Daerah dengan jurang-jurang yang dalam serta sungai musiman merupakan salah satu ciri dari recharge area. Kerusakan recharge area disebabkan oleh perubahan fungsi lahan, dan penambangan pasir liar yang mengakibatkan kerusakan tanah dan peningkatan erosi dan sedimentasi.

Recharge area adalah daerah yang menyediakan sarana utama untuk pengisian air tanah, recharge area alami yang baik adalah daerah dimana air permukaan mampu meresap menjadi air tanah. Jika daerah resapan berhenti berfungsi dengan baik, mungkin tidak ada air tanah yang cukup untuk disimpan dan digunakan (Riastika, 2012).

Pada dasarnya konservasi air tanah tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan volume air tanah, tetapi juga meningkatkan konservasi air permukaan. Efisiensi penggunaannya sekaligus mengurangi run off air permukaan yang diharapkan dapat meresap ke tanah dan dapat menjadi air tanah.

Permasalahan terkait tata guna yang dominan juga mempengaruhi kerusakan lingkungan pada recharge area dengan adanya penambangan pasir di beberapa wilayah dan perubahan pola tanam masyarakat. Penambangan pasir menyebabkan turunnya muka air tanah, sedangkan perubahan pola tanam menyebabkan erosi dan peningkatan run off.

Etika lingkungan yang dipengang erat oleh masyarakat Boyolali yaitu budaya agraris pada sektor pertanian tanaman pangan dan peternakan. Akan tetapi, etika lingkungan tersebut sudah mulai bergeser karena sebagian masyarakat sudah beralih hidup menjadi usaha/kegiatan pengambilan pasir di sekitar tempat tinggal. Sebagai contoh, banyak masyarakat Cepogo yang tidak mau mengolah tanahnya dengan cara terasering. Hampir sebagian besar warga bercocok tanam dengan cara memotong kontur, tidak sejajar dengan kontur. Alasan mereka enggan untuk menanam dengan cara terasering adalah karena malu ditertawakan warga yang lain bila masih menanam dengan cara terasering. Pola fikir masyarakat tersebut merupakan kendala yang dominan pada kegiatan konservasi di daerah imbuhan (recharge area) karena kebanyakan mereka hanya berorientasi pasa kebutuhan sesaat.

 

  1. Kesimpulan

Upaya yang dilakukan yaitu untuk mengatasi permasalahan di Kabupaten Boyolali yaitu melalui kegiatan-kegiatan konservasi. Kegiatan-kegiatan konservasi yang dapat dilakukan yaitu : pengelolaan air tanah yang baik yang dapat dilakukan untuk memperbesar pengisian air tanah di daerah imbuhan sekaligus mengurangi permasalahan lingkungan di daerah tersebut, memastikan bahwa lahan yang sesuai untuk recharge area harus terus dipertahankan dan tidak diubah menjadi infrastruktur perkotaan, mencegah polutan memasuki air tanah, mengubah pola bercocok tanam masyarakat dengan tidak lagi memotong kontur, dan meminimalisirkan kegiatan pengambilan pasir di sekitar tempat tinggal masyarakat.

 

  1. Daftar Pustaka

Danaryanto H., Djaendi, Hadipuwo Satriyo, Tirtomihajo Haryadi, Setiadi Hendri,

Wirakusumah A. Djumarma, Siagian Yousana OP., 2005. Air tanah di Indonesia dan Pengelolaaannya. Editor Hadi Darmawan Said, Dit Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Ditjen Geologi Dan Sumber Daya Mineral, Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral.

Riastika, M. 2012. Pengelolaan Air Tanah Berbasis Konservasi di Recharge Area

Boyolali (Studi Kasus Recharge Area Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah). Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 9, Issue 2: 86-97.